Kenapa Harus Berhijrah?

Pada bulan ini yaitu Muharram, yang mana bulan awal dari tahun baru hijriah, yaitu dihitung semenjak Rasulullah SAW berhijrah dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriah ini mulai ditetapkan yaitu semenjak kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab.

Pada bulan ini juga, selain disebut sebagai tahun baru Islam, juga di sebut sebagai tahun Hijrah karena bertepatan dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dari Mekah menuju ke Madinah.

Hijrah secara bahasa umum yaitu berpindah dari suatu tempat ket empat yang lain. Hijrah terbagi menjadi dua, hijrah makkani dan hijrah ma’nawi. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah SWT.” (HR. Bukhari]

Dalam konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu indentik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan spirit berhijrah itu sendiri. Ini karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti sampai kapan pun.

Lalu apa hikmah berhijrah itu sendiri?

Pertama: menjaga keimanan, artinya bahwa di saat keimanan kita terancam oleh tekanan-tekanan luar maka kita harus berhijrah untuk menyelamatkan keimanan tersebut. Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, ketika saat itu situasi Mekah tidak lagi memungkinkan untuk berdakwah dan menjaga keimanan maka beliau berhijrah demi menjaga keimanan tersebut.

Kedua: hijrah mengandung rasa persaudaraan yang tinggi, seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW ketika mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok yahudi yang hidup di Madinah pada saat itu.

Ketiga: mengandung spirit perjuangan yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk ke yang lebih baik, dari yang sudah baik menuju ke yang lebih baik lagi. Dan ketika para sahabat Rasulullah SAW rela meninggalkan harta bendanya demi untuk menjaga aqidah yang lurus dari kecaman orang-orang kafir Quraisy.

Dengan demikian hijrah secara maknawi akan terus terjadi sampai kapan pun. Bahwa nilai dan semangat hijrah harus kita bawa dan kita implimentasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita pada saat ini memang tidak lagi hijrah tempat, akan tetapi kita harus selalu berhijrah dari perbuatan-perbuatan yang maksiat, yang bathil menuju perbuatan yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu jalan yang lurus.

Mudahan kita selalu diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk selalu berbuat yang terbaik dan selalu menjaga spirit berhijrah untuk melakukan amal ma’ruf dan nahi mungkar sehingga terwuudnya peradaban Islam di Negara kita yang tercinta ini.

Waallahua’lam. []

Kenapa Mereka Sangat Benci FPI ?

Heran saya, setiap ada berita tentang FPI maka di kolom komentar bermunculanlah orang-orang yang begitu bencinya terhadap FPI. Dan mereka ini tidak sedikit jumlahnya. Saya bertanya-tanya dalam hati, dan akhirnya saya tuangkan ke dalam tulisan ini, kenapa sih mereka begitu bencinya terhadap FPI?

Apa mereka pernah kena pukul FPI? Lha berarti ahli maksiat dong kalau kena pukul FPI. Apa saudaranya ada yang kena grebek FPI? Lha berarti saudaranya bandar miras dong sampai kena grebek FPI. Apa artis pujaannya ga bisa datang ke Jakarta gara-gara di demo FPI? Lha berarti mereka lebih mencintai artis ga berakhlak pengumbar aurat dong daripada ajaran Islam untuk menutup aurat.

Coba bayangkan, apakah Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, shahabat radhiyallahu 'anhum, dan ulama-ulama madzab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad rahimahullah, jika melihat lokalisasi dibubarkan, mereka senang apa marah? Jika bandar-bandar, pabrik-pabrik miras dihancurkan, mereka senang atau marah?

Nah kalau sekarang Setan dan bala tentaranya, kalau lokalisasi, pabrik miras itu pada dihancurkan, mereka senang atau marah. Lha kalau sekarang mereka yang manusia dan beragama lha koq marah ketika lokalisasi dan pbrik miras padha dihancurkan?

Ada yang bilang FPI main hakim sendiri. Ada yang bilang itu di situ ada lokalisasi koq ga ditutup, ga konsisten, dst. Maka ini sebenarnya gara-gara pengaruh media yang hanya memberitakan pas FPI aksi.

Saya bukan FPI tapi saya mencoba fair menjelaskan berdasarkan pemaparan FPI sendiri. Sebelum FPI sampai beraksi ada beberapa tahap yang dilakukan (kurang lebih):

Pertama, adalah laporan dari masyarakan di sekitar tkp yang resah dengan adanya maksiat di sekitarnya. Kenapa menunggu laporan, karena mencegah konflik horizontal. Jadi kalau ada tempat maksiat ga digrebek, ya itu karena warga sekitar situ tidak melaporkan atau tidak terganggu atau bahkan bisa jadi membela tempat maksiat tsb, maka nya tanpa laporan tidak diapa-apakan, karena menghindari konflik.

Kedua, setelah ada laporan maka FPI mengumpulkan bukti, foto-foto dsb, bukan untuk langsung ditindak, tapi untuk DILAPORKAN KE POLISI/PIHAK BERWENANG LAINNYA supaya pihak yang berwenang yang menindak, karena ini sudah membuat resah masyarakat (lihat poin pertama).

Ketiga, kalau setelah dilaporkan dan diingatkan berkali-kali PIHAK BERWENANG TIDAK MENINDAK, maka baru FPI yang terjun langsung, itu pun juga dengan laporan/sepengetahuan PIHAK BERWENANG, yang entah karena apa mereka tidak bisa menindak, sehingga membiarkan FPI yang membubarkan.

Demikianlah secara garis besar, jadi ketika ada tempat maksiat ditindak FPI maka pada dasarkan tempat maksiat itu meresahkan warga disekitarnya (kalau tidak ya FPI tidak menindak menghindari konflik horizontal). Selain itu berarti PIHAK BERWENANG TIDAK MELAKUKAN KEWAJIBANNYA, karena kalau mereka melakukan kewajibannya, setelah dilaporkan oleh FPI mereka tindak dengan benar maksiat-maksiat yang meresahkan masyarakat tersebut, tentunya FPI tidak turun tangan.

Namun disayangkan, media mainstream HANYA MELAPORKAN WAKTU TINDAKAN. Meraka TIDAK MENYOROT bahwa masyarakat sekitar terganggu dengan maksiat tersebut dan mereka tidak memaparkan bahwa PIHAK BERWEANG TIDAK BERTINDAK.

Maka coba kita evaluasi, mengapa kita harus membenci FPI? *Bukan anggota FPI, tidak setuju dengan beberapa tindakan FPI, tapi tidak benci FPI.

Kumpulan Pantun Aceh

Assalamualaikum. Berikut berhasil admin kumpulin beberapa pantun Aceh yang hampir punah di telan masa.. semoga bisa membantu.. 

Aneuk ticem tingeh di mayang,
Aneuk musang tingeh meu canda,
Kahana neujak u laot lapang,
Neupakat ayank u laot jangka.

Lon kliek lon khem leumah boh drien,
Sidumnan yakin sangat kuhawa,
Kakeuh han jadeh ulon bloe sikin,
Lon cok siguling lon peluk aja.

Sambil pingsan denger lagu,
Judul sesuatu syahrini dendang,
Biar gak merah mata neuh sayu,
Kajeud tidur ju bekle bergadang.

Menyoe pesbuk sudah candu,
Barang tentu kebutuhan,
Bangun tidur cek hape dulu,
Mati lampu kesusahan.

Eungkoet masen mata nya batu,
Ikan garpu merah pantat nya,
Menyoe bit galak adek padaku,
Yg geukheun lop yu peu makna nya.

Hakikat merdeka bukanlan negri,
Merdeka diri dari api neraka,
Bak kalen drambend mata dum teubli,
Ucoeng bak giri leuhoe ngen asa.

Meulinte aqua sedang,
Ayah tuan keu teh poci,
Male hate wate ta bayang,
Bak yah tuan yu bloe boh giri.

Teumon bu neu pajoh labang,
Menyoe pisang peunajoh banci,
Laba tujoh blah aqua sedang,
Dosa meukarang ban boh jok jibi.

 Bersambung

Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah


Dalil "kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah" perlu diletakkan dalam konteks menjawab tantangan zaman.

Sebelum berbicara tentang tantangan yang dihadapi umat Islam secara rinci, perlu digarisbawahi bahwa tantangan dan lawan yang harus dihadapi bukan saja datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri kita sendiri. Agaknya itulah yang menyebabkan mengapa Nabi SAW., ketika beliau kembali dari sebuah pertempuran, menegaskan bahwa: “Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar, yakni melawan diri kita sendiri.”

Diriwayatkan juga bahwa Sayyidina Ali pernah bersabda: “Hai manusia, penyakitmu ada pada dirimu, tapi engkau tidak mengetahui, dan obatnya ada padamu, tapi engkau tidak hiraukan.”

Kalau kini kita telah menyadari adanya tantangan, maka tantangan itu pertama kali harus dicari pada diri kita sebelum mencarinya pada orang lain. Dalam hal ini, kita hendaknya belajar dari jari-jari kita sendiri ketika menunjuk. Hanya satu jari yang kita arahkan keluar, yaitu jari telunjuk, sedangkan tiga jari lainnya menunjuk ke diri kita dan salah satunya ditekan oleh ibu jari.

Dahulu umat Islam disegani oleh masyarakat dunia. Mereka belajar dari kita. Tetapi, kini kita tertinggal dalam segala bidang, bahkan kita mendapat tantangan dari segala penjuru.

Ada yang berkata: Andaikan Baghdad tidak jatuh ke tangan Mongol pada 1258 M, yang disusul dengan penghancuran pusat-pusat ilmu; dan andai kata dunia Barat tidak menemukan jalur perdagangan laut pada abad ke-15 M, tentulah keadaan dunia Islam tidak seperti sekarang ini. Tetapi, apa gunanya berandai-andai karena jarum waktu tidak bisa diputar kembali. Sejak itu, sedikit demi sedikit tetapi pasti, dunia Islam telah mengalami keterpurukan, dan itu berlanjut hingga kini.

Kini dunia Islam yang mengalami kontak dengan Barat, bukan lagi dunia Islam sebelum keruntuhan Baghdad, atau keruntuhan Dinasti Muwahidun dan terusirnya kaum Muslin dari Spanyol pada 1235 M. Bahkan, tantangan yang dihadapi kini bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi, tetapi juga dalam bidang ideologi dan filsafat materialistis, yang tidak jarang bertentangan dengan ajaran Islam.

Kesadaran tentang adanya tantangan telah lama muncul. Aneka resep dan langkah perubahan pun telah diupayakan. Ada yang mengambil sikap apatis atau acuh tak acuh terhadap kemajuan itu, yang boleh jadi karena mereka tidak menyadari dampak buruknya terhadap umat pada satu pihak, namun kadang karena terbuai oleh kejayaan masa lampau pada pihak lain. Mereka inilah yang menghasilkan apa yang kemudian dinamai Adab al-fakhr wa at-Tamjid, yakni menunjuk zaman keemasan yang telah berlalu dan berbangga dengannya. Dampak buruk dari sikap ini adalah sering kali bila ada penemuan ilmiah dari pihak lain, kita berucap: “Itu sudah ada dalam al-Qur’an.”

Ada juga yang berusaha menghadapi cobaan (rintangan) itu dengan pemurnian agama, seperti antara lain yang dilakukan oleh gerakan Wahabiyah di Saudi Arabia, as-Sanusiyah di Libia, dan Jamaah Islamiyah di Pakistan. Mereka beranggapan bahwa masa Rasulullah SAW., adalah masa terbaik berdasarkan hadis Rasulullah SAW. ("Sebaik-baik generasi adalah generasiku"). Apa saja diterima dari Rasul SAW., tanpa mempertimbangkan faktor budaya dan perkembangan positif masyarakat. Mereka lupa, atau mungkin tidak mau tahu, bahwa Rasul SAW., juga pernah bersabda: “Umatku seperti hujan, tidak diketahui apakah awalnya, tengahnya, atau akhirnya yang terbaik.”

Dengan logika “masa Rasul SAW., dan sahabat-sahabat beliau, sebagai sebaik-baiknya generasi”, maka mereka dengan gigih menolak segala sesuatu yang datang sesudah masa itu, baik yang bersumber dari dalam masyarakat mereka sendiri, lebih-lebih yang datang dari luar masyarakat dan bangsa lain.

Di sini, sekali lagi, mereka lupa nasihat Nabi Muhammad SAW., bahwa: “Al-Hikmah (yakni amal ilmiah dan ilmu amaliah adalah) milik dan dambaan seorang Muslim, di mana pun ia ditemukan maka sang Muslim itulah yang wajar mengambilnya.”

Ada lagi sekelompok kaum Muslim yang menilai bahwa tantangan itu harus dihadapi dengan belajar dari Barat dan mengambil segala sesuatu dari sana. Tetapi, mereka sering kali lupa pada akar budaya mereka sendiri serta ajaran agama Islam. Ini, misalnya, ditempuh oleh Ahmad Khan di India atau Kemal at-Taturk di Turki.

Ada juga sekelompok kecil yang berusaha mempelajari aneka kemajuan yang dicapai masyarakat Barat dan menerapkannya tanpa meninggalkan kepribadian dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ketiga pandangan di atas hingga kini masih memiliki pendukung-pendukungnya masing-masing.

Demikianlah, kita mengetahui bahwa saat kita sakit, tetapi obat yang kita gunakan belum tepat. Apa yang telah dilakukan selama ini, paling baru sebatas infus untuk mempertahankan hidup, belum sampai pada pengobatan yang dapat menghilangkan penyakitnya.

Kini, kalau kita telah menyadarinya bahwa masyarakat Islam berada di dalam tantangan dan ketertinggalan, padahal dahulu pernah jaya, maka tuntunan kitab suci menuntut agar kita mencari sebab perubahan itu. Mengapa kita berubah sehingga terpuruk dalam keadaan tertantang? Mengapa dewasa ini kita menjadi konsumen peradaban, sedang dahulu kita adalah produsennya?

Sebagian pakar berkata bahwa untuk mewujudkan peradaban diperlukan tiga unsur yang menyatu yaitu manusia + tanah/wilayah + waktu. Juga tersedianya elemen perekat ketiganya yaitu agama dan nilai-nilai spiritual.

Semua peradaban lahir dari ketiga hal tersebut, yang tentu saja disertai dengan perekatnya. Menurut sebagian pakar, seperti Max Weber, bahwa kebangkitan Eropa lahir dari etika Protestan, di mana mereka menekankan bahwa surga dapat diperoleh melalui sukses di dunia, dan karena itu mereka bersungguh-sungguh membangun diri dan masyarakat dalam kehidupan dunia guna meraih surga ukhrawi. Bandingkanlah nilai spiritual ini dengan pandangan sebagian umat Islam yang bertolak belakang dengan nilai tersebut.

Dalam pengamatan banyak pakar, nilai-nilai spiritual atau ajaran agama selalu menyertai lahirnya peradaban. Bahkan dari lima belas peradaban besar yang dikenal dalam sejarah, dimulai dari Peradaban Sumeria hingga Peradaban Amerika dewasa ini, kesemuanya lahir dari upaya mempertahankan nilai-nilai tersebut yang terpaksa mereka lakukan dengan berhijrah ke tempat lain.

Umat Islam dewasa ini memiliki ketiga unsur peradaban di atas, manusia, tanah/materi, dan waktu. Umat Islam pun memiliki ajaran agama, namun keadaan kita ternyata tidak seperti yang diharapkan. Jika demikian, kita harus mencari akar persoalannya yang sekaligus menjadi tantangan kita pada unsur peradaban itu, yakni manusia, tanah, dan waktu, juga pada nilai-nilai perekatnya, yakni pemahaman dan pengamalan agama kita.

Apakah ada yang keliru? Jumlah kaum Muslim banyak, tanah yang dimilikinya luas, dan waktu yang tersedia tidak lebih sedikit dari waktu pihak lain. Jika demikian, bagaimana dengan ajaran agamanya? Adakah yang keliru?

Setiap Muslim pasti akan berkata: Tidak! Karena itu, boleh jadi pemahaman dan pengalaman kita terhadap al-Qur’an yang keliru. Dari sini lahir slogan: Mari kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.

SUNNAH-SUNNAH YANG TERLUPAKAN

Rosululloh  diutus untuk menyucikan jiwa manusia dari pekatnya kotoran jahiliyah yang melekat dan juga untuk membingkai ulang puing-puing hati, yang sebelumnya bagaikan sarang laba-laba kebatilan. Lalu beliau menyinarinya dengan sinar Islam dan mengentaskannya dari bawah timbunan kebatilan. Jiwa manusia pun kokoh, sehat seperti sediakala, mengamalkan apa saja yang diketahuinya baik perkara-perkara wajib maupun yang sunnah. Alhasil, jiwa manusia ketika itu memimpin dan menjadi panglima, hingga kurun waktu tertentu –sesuai dengan kehendak Alloh .

Namun setelah era mereka –generasi terdahulu–, datanglah generasi baru yang dibuat buta oleh dunia. Akibatnya, mereka tidak mampu melihat akhirat dan gagal beramal untuknya. Sedikit demi sedikit mereka mulai enggan mengamalkan ajaran Islam. Mungkin saat ini sebagian besar kaum Muslimin masih mengamalkan perkara yang wajib, namun hanya sedikit dari mereka yang memperhatikan, mempelajari dan mengamalkan amalan-amalan yang disunnahkan. Rosululloh  diutus untuk menyucikan jiwa manusia dari pekatnya kotoran jahiliyah yang melekat dan juga untuk membingkai ulang puing-puing hati, yang sebelumnya bagaikan sarang laba-laba kebatilan. Lalu beliau menyinarinya dengan sinar Islam dan mengentaskannya dari bawah timbunan kebatilan. Jiwa manusia pun kokoh, sehat seperti sediakala, mengamalkan apa saja yang diketahuinya baik perkara-perkara wajib maupun yang sunnah. Alhasil, jiwa manusia ketika itu memimpin dan menjadi panglima, hingga kurun waktu tertentu –sesuai dengan kehendak Alloh .

Berikut ini adalah sebagian kecil di antara amalan-amalan sunnah yang mulai ditinggalkan oleh kaum Muslimin:

 1. Meruqyah diri sendiri atau keluarganya.
Dari ‘Aisyah  ia berkata:
“Bahwa Nabi  meruqyah diri beliau sendiri dengan doa-doa perlindungan ketika sakit, yaitu pada sakit yang menyebabkan pada wafatnya beliau. Ketika kondisinya sudah mulai berat (sakitnya bertambah parah) maka akulah yang meruqyah beliau dengan doa tersebut, aku usap tubuh beliau dengan tangannya karena keberkahannya.” (HR. al-Bukhori)

2. Berdoa ketika mengenakan pakian baru.
Dari Abi Sa’id al-Khudri  ia berkata:
“Rosululloh  jika mengenakan pakian baru, beliau menyebut nama Alloh , baik ketika memakai gamis maupun sorban, kemudian beliau membaca, Ya Alloh, bagi-Mu segala pujian, Engkau yang memberikan pakian ini kepadaku, aku memohon kepada-Mu kebaikannya serta kebaikan yang karenanya pakain ini dibuat, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pakian ini serta keburukan karenanya pakian ini dibuat.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
 
3. Mengucapkan salam.
Dari ‘Abdulloh bin Amr  ia men-ceritakan:
“Seseorang bertanya kepada Rosululloh ,“Islam bagaimankah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Engkau memberi makan (kepada yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak.” (HR. Muslim)
Dari Anas bin malik , ia berkata:
“Bahwa Rosululloh  melewati anak-anak kecil dan beliau   mengucapkan salam kepada mereka.” (HR. Muslim)

4.  Berwudhu sebelum mandi besar.
Dari ‘Aisyah , ia berkata:
“Bahwa Nabi , jika mandi karena berhadats besar (junub) beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian  berwudhu seperti wudhu ketika hendak sholat, kemudian memasukkan jari-jemari ke air (bajana) dan menyela-nyela rambut dengannya, setelah itu membasuh kepala dengan tiga genggam tangan, setelah itu beliau menyiramkan air keseluruh tubuhnya.”(HR. al-Bukhori)

5. Mengamini imam dengan mengeraskan suara.
Dari Abu Huroiroh , ia berkata:
“jika imam mengucapkan ‘amin’ (setelah membaca al-fatihah), maka ucapkanlah oleh kalian ‘amin’ karena siapa yang ucapan ‘amin’ nya menyamai ucapan amin para malaikat, maka di-ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (al-Bukhari dan Muslim)

6. Mengeraskan suara ketika membaca dzikir setelah sholat.
Dalam hadits shohih disebutkan bahwa orang-orang mengeraskan suara mereka dengan bacaan dzikir ketika selesai sholat, perkara ini dilakukan pada masa Nabi .
Ibnu Taimiyyah  berkata: “Di-anjurkan mengeraskan bacaan dan membacah tasbih, tahmid, dan takbir setelah sholat.”
Sunnah ini telah terputus pada ke-banyakan masjid sehingga tidak ada pembeda antara kondisi masih sholat atau setelah imam membaca salam (selesai sholat), karena semua orang diam dan tidak mengeraskan bacaan dzikir.
Ini tidak berarti dianjurkannya dzikir secara bersama-sama. Yang disunnahkan adalah masing-masing mengeraskan bacaan dzikirnya sendiri-sendiri.

7. Membuat sutroh (penghalang) pada saat sholat fardhu maupun sunnah.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri , bahwa Rosululloh  bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian sholat, maka buatlah sutroh (di hadapan-nya) dan hendaklah ia mendekatkan ke-padanya. Jangan ia membiarkan seorang pun lewat di depannya (antara dia dan sutroh), jika ada seseorang yang tetap ingin melewatinya, maka lawanlah (halangilah), karena sesungguhnya ia adalah setan.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

8. Mengikuti bacaan muadzin.
Dari Abdullah bin Umar , bahwa ia mendengar Rosululloh  bersabda:
“Jika kalian mendengar muadzin (me-ngumandangkan adzan), maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya, kemudian bersholawatlah untukku, karena barangsiapa yang ber-sholawat untukku satu kali, maka Alloh  akan bersholawat kepadanya sepuluh kali. Setelah itu mintalah wasilah untukku, karena ia merupakan satu tempat (kedu-dukan) di surga yang tidak dimasuki ke-cuali oleh seorang hamba dari hamba-hamba Alloh, dan aku berharap akulah hamba tersebut. Siapa yang memintakan wasilah kepada-ku, maka ia berhak mendapatkan syafaatku.” (HR. Muslim)

9. Berlomba-lomba untuk mengu-mandangkan adzan dan bersegera menuju sholat, serta berupaya untuk mendapatkan barisan per-tama.
Dari Abu Huroiroh , Rosululloh  bersabda:
“Sekiranya orang-orang tahu (pahala) apa yang terdapat pada adzan serta shaf (barisan) pertama, kemudian masing-masing mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian, niscaya mereka akan melakukan undian. Dan seandainya mereka tahu (pahala) apa yang terdapat dalam bersegera menunaikan sholat, pasti mereka akan berlomba-lomba untuk men-jadi yang pertama dalam menuju sholat. Dan seandainya mereka tahu (pahala) apa yang terkandung dalam sholat Isya’ dan shubuh, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

10. Mengibaskan tempat tidur ketika hendak tidur.
Dari Abu Huroiroh , Rosululloh  bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian hendak berbaring di peraduannya, maka hendaklah ia menggunakan ujung kainnya lalu kibaskanlah tempat tidur dengannya, kemudian membaca nama Alloh, karena sebenarnya ia tidak tahu ada apa dibaliknya. Jika ia hendak berbaring, maka berbaringlah di atas sisi kanan badannya, dan ucapkanlah, ‘maha suci Engkau wahai Robbku, dengan nama-Mu aku letakkan punggungku, dan dengan nama-Mu aku mengangkat-nya (bangun). Jika engkau menahan nyawaku, maka ampunilah ia, dan jika Engkau biarkan (Engkau hidupkan aku) maka peliharalah ia dengan sesuatu yang dengannya Engkau memelihara ha-mba-hamba-Mu yang sholih.” (HR. Muslim)

11. Bersegera untuk tidur malam (tidak begadang).
Begadang tidak boleh dilakukan, kecuali demi suatu maslahat, seperti be-lajar, mengobati orang sakit, dan sejenis-nya. Dalam Shohih, al-Bukhori dan Muslim disebutkan bahwa Rosululloh  membenci tidur sebelum Isya’ dan berbincang-bincang setelahnya.”
Demikianlah di antara beberapa amalan sunnah yang mulai ditinggalkan oleh kaum Muslimin karena mungkin dianggap sepele atau tidak memiliki penge-tahuan tentangnya. Tentu saja masih banyak amalan-amalan sunnah lain yang perlu diperhatikan dan diamalkan oleh kaum Muslimin.

Semoga dengan pengamalan terhadap perkara-perkara sunnah tersebut kita termasuk orang-orang yang telah melaksanakan perintah Alloh . Alloh  berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan.” Yaitu dengan mengamalkan seluruh ajarannya.
Wallohu a’lam.